Thursday 18 April 2019

Chronic Kidney Disease (CKD) Klasifikasi, Tanda dan Gejala, Patofisiologi, dan Faktor Resiko



Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur atau fungsi ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan, dengan atau tanpa disertai penurunan glomerular filtration rate (GFR). Selain itu, CKD dapat pula didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana GFR < 60 mL/menit/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa disertai kerusakan ginjal. (National Kidney Foundation, 2002). Chronic kidney disease (CKD) mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, seperti transplantasi ginjal atau dialisis.
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes mellitus dan tekanan darah tinggi, yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney Foundation, 2015). Keadaan lain yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal diantaranya adalah penyakit peradangan seperti glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik, malformasi saat perkembangan janin dalam rahim ibu, lupus, obstruksi akibat batu ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar prostat, dan infeksi saluran kemih yang berulang (Wilson, 2005).

2. Klasifikasi
Chronic Kidney Disease (CKD) didefinisikan dari ada atau tidaknya kerusakan ginjal dan kemampuan ginjal dalam menjalankan fungsinya. Klasifikasi CKD ditujukan untuk memfasilitasi penerapan pedoman praktik klinis, pengukuran kinerja klinis dan peningkatan kualitas pada evaluasi, dan juga manajemen CKD (National Kidney Foundation, 2002).

Stadium Chronic Kidney Disease (CKD)
Stadium
Deskripsi
GFR (mL/menit/1.7 m2)
1
Fungsi ginjal normal, tetapi temuan urin,abnormalitas struktur atau cirri genetic menunjukkan adanya penyakit ginjal
≥ 90
2
Penurunan ringan fungsi ginjal, dan temuan lain (seperti pada stadium 1) menunjukkan adanya penyakit ginjal
60 – 89
3a
Penurunan sedang fungsi ginjal
45 -59
3b
Penurunan sedang fungsi ginjal
30 – 44
4
Penurunan fungsi ginjal berat
15 – 29
5
Gagal ginjal
< 15
Sumber: (The Renal Association, 2013)

Nilai GFR menunjukkan seberapa besar fungsi ginjal yang dimiliki oleh pasien sekaligus sebagai dasar penentuan terapi oleh dokter. Semakin parah CKD yang dialami, maka nilai GFRnya akan semakin kecil (National Kidney Foundation, 2010). Chronic Kidney Disease stadium 5 disebut dengan gagal ginjal. Perjalanan klinisnya dapat ditinjau dengan melihat hubungan antara bersihan kreatinin dengan GFR sebagai presentase dari keadaan normal, terhadap kreatinin serum dan kadar blood urea nitrogen (BUN) (Wilson, 2005).

3. Tanda dan gejala
Beberapa tanda dan gejala yang terlihat pada pasien yang mengalami Chronic Kidney Disease (CKD), yaitu :
a.       mual dan muntah
b.      hilangnya nafsu makan
c.       lemah dan lesu
d.      sesak nafas
e.       frekuensi buang air kecil meningkat
f.       kram otot dan kejang otot
g.      pembengkakan pada pergelangan kaki atau tangan

4. Patofisiologi
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari, namun perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini menyebabkan berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi, terjadilah hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Akibatnya, terjadi hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, hingga pada akhirnya terjadi suatu proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Sklerosis nefron ini diikuti dengan penurunan fungsi nefron progresif, walaupun penyakit yang mendasarinya sudah tidak aktif lagi (Suwitra, 2009).
Diabetes melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai bentuk. Nefropati diabetik merupakan istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi di ginjal pada DM (Wilson, 2005). Mekanisme peningkatan GFR yang terjadi pada keadaan ini masih belum jelas benar, tetapi kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang diperantarai oleh hormon vasoaktif, Insuline-like Growth Factor (IGF) – 1, nitric oxide, prostaglandin dan glukagon. Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein. Proses ini terus berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstisialis (Hendromartono, 2009).


5. Faktor resiko
a. Umur
Umur merupakan faktor risiko penyakit degeneratif yang tidak dapat dihindari. Secara alamiah, semua fungsi organ tubuh termasuk ginjal akan menurun dengan bertambahnya umur. Semakin bertambah umur semakin meningkat pula risiko untuk mengalami Chronic Kidney Disease (CKD) (Delima, dkk, 2017). Data dari poliklinik diabetes RSCM menunjukkan fungsi ginjal dengan e-LFG < 60ml/menit menurut CG-BSA juga ditemukan lebih tinggi pada pasien DM baru yang berumur ≥ 60 tahun (63 %), dibandingkan pasien berumur < 60 tahun (34,1 %). (Triyanti, dkk, 2008)
b. Riwayat keluarga
Riwayat Chronic Kidney Disease (CKD) pada keluarga sedarah juga meningkatkan risiko Chronic Kidney Disease (CKD) sebesar 2,58 kali. Faktor umur dan riwayat keluarga dengan CKD disebut sebagai faktor suseptibilitas CKD, yaitu faktor yang meningkatkan kerentanan untuk mengalami CKD. (Levey, dkk, 2003)
c. Perilaku minum
Perilaku minum dihubungkan dengan fungsi ginjal. Minum air yang cukup akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu ginjal yang dapat menambah risiko terjadi CKD. Hasil penelitian menunjukkan kebiasaan minum air putih <1000 ml/hari meningkatkan risiko CKD 7,69 kali dibandingkan orang yang minum air putih ≥ 2000ml/hari (Delima, dkk, 2017). Demikian pula, penyakit batu ginjal meningkatkan risiko CKD sebesar 3,70 kali. Keadaan dehidrasi akibat kurang minum akan memperberat kerja ginjal apalagi jika ditambah dengan konsumsi minuman atau obat yang bersifat diuretik seperti obat hipertensi dan minuman berkafein. (Synder, 2010)
d. Konsumsi obat NSAID
Dalam kondisi tubuh yang tidak sehat atau sakit akut, konsumsi obat antihipertensi golongan angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor atau golongan angiotensin II receptor blocker (ARB) atau diuretik maupun NSAID juga dapat memperburuk fungsi ginjal (Synder, 2010).
e. Konsumsi minuman berenergi dan bersoda
Risiko Chronic Kidney Disease (CKD) semakin bertambah dengan meningkatnya frekuensi konsumsi minuman berenergi maupun bersoda dengan kisaran 3,44 hingga 25,81 kali, pada subyek yang sering (≥1x/hari) mengonsumsi minuman berenergi dan juga sering mengonsumsi minuman bersoda dibandingkan dengan yang hanya sering mengonsumsi salah satu jenis minuman tetapi jarang mengonsumsi jenis minuman lainnya.

Daftar Pustaka:
Delima, dkk. 2017.  Buletin Penelitian Kesehatan Vol 45: Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik. Jakarta
Hendromartono. 2009. Nefropati Diabetik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jiid III. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Levey AS, dkk. 2003. National Kidney Foundation Guidelines for Chronic Kidney Disease: Evaluation, Classification, and Stratification.
National Kidney Foundation. 2002. Chronic Kidney Disease diakses dari www.kidney.org/guidelines
Suwitra, Ketut. 2009. Penyakit Ginjal Kronik. Jakarta: Interna Publishing
Synder R. 2010. What You Must Know About Kidney Disease. New York: Square One Publisher
The Renal Association. 2013. Chronic Kidney Disease diakses dari www.renal.org/the-uk-eckd-guide
Triyanti, dkk. 2008. Renal Function Decrement pada Pasien Diabetes Mellitus tipe 2 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Jakarta
WHO. 2008. Integrated Chronic Disease Prevention and Control diakses dari www.who.int
Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC


No comments:

Post a Comment